Posts Tagged ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam’
Hukum Wadi, Madzi, dan Mani
Posted by Administrator on June 30, 2010
Wadi
Wadi adalah cairan putih, pekat, dan agak keruh yang keluar setelah buang air kecil (kencing). Wadi ini bisa disucikan dengan mencuci kemaluan kemudian berwudhu.1 Jika wadi ini mengenai bagian badan, cukup dengan mencucinya.
Madzi
Madzi adalah cairan putih dan kental yang keluar pada saat memikirkan hubungan badan atau pada saat bercumbu. Madzi ini termasuk hal najis yang agak sulit dihindari sehingga diberikan keringanan dalam menyucikannya. Oleh karena itu, barangsiapa yang terkena madzi:
((فليغسل ذكره وأنثييه وليتوضأ وضوءه للصلاة))
“Maka hendaklah dia mencuci kedua buah dzakarnya dan berwudhu seperti wudhunya untuk mengerjakan shalat.”2
Bagian badan yang terkena madzi cukup dengan dicuci dan disiram dengan air setelapak tangan ke pakaian yang terkena madzi. Hal ini didasarkan pada Hadist Sahal bin Hanif Radhiyallaahu ‘anhu.3
Mani
Mani adalah cairan yang keluar dari dzakar yang dibarengi dengan rasa nikmat. Keluarnya cairan ini mengharuskan seseorang mandi hadast besar. Mani ini suci berdasarkan pada hadist shahih,4 tetapi disunnahkan untuk mencucinya jika dalam keadaan basah dan mengeruknya jika dalam keadaan kering. Read more >>
Posted in Fiqh | Tagged: Abu Dawud, air, Aisyah, al-Albani, al-‘Allamah. imam, al-Ghusl, al-Haidh, al-Madzi, al-Mughni, Al-Qur'an, al-Wudhu' minal Madzi, As-Sunnah, ath-Thahaarah wa Sunnanuha, ath-Thaharah, basah, bekas, bercumbu, berhubungan badan, bin Baaz, buah dzakar, cucian, Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, dzakar, Ensiklopedi Shalat, fatwa, fil madzi, Ghaslul Madzi wal Wudhu’ Minhu, hadast besar, hadist, Hasan, hukmul mani, Ibnu Baaz, Ibnu Qudamah, kemaluan, kencing, kitab, Maa Jaa’a Fil Madzi Yushibuts Tsaub, madzi, mandi, mani, mencuci, Muslim, najis, nikmat, pakaian, pekat, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, putih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Sahal bin Hanif, Shahiih Sunan Abi Dawud, Shalat, sunnah, Syarh an-Nawawi ‘alaa Shahiih Muslim, testis, wadi, wudhu | Leave a Comment »
Surat Terbuka dari Istri yang Dicintai
Posted by Administrator on June 26, 2010
Oleh Abu Ammar al-Ghoyami dalam Majalah al-Mawaddah
Kuuntai kalimatku dengan goresan pena ini, untukmu, suamiku yang kucintai, semoga engkau lebih berbahagia.
Membaca suratmu, wahai suamiku, menjadikan aku ingat masa lalu. Aku merasakan makna kalimat-kalimatmu sebagaimana aku rasakan tatkala engkau sampaikan kalimat-kalimat itu saat kita baru memulai hidup bersama dahulu. Kini, setelah semua berlalu, dan setelah aku hampir terlupa akan kalimat-kalimat itu, engkau goreskan kalimat itu untuk kedua kalinya. Kusampaikan jazakallohu khoiran, Suamiku, atas kebaikanmu, dan atas perhatianmu kepadaku, istrimu.
Suamiku yang kucinta…
Mungkin engkau telah begitu sering mendengar kata-kata permintaanku. Namun, aku berharap engkau takkan jemu menanggapinya. Saat ini pun, aku katakan padamu, wahai suamiku, bantulah aku menjadi sebaik-baik perhiasan duniamu. Bantulah aku menjadi salah satu dari keempat kebahagiaan hidupmu. Bila engkau meminta agar aku membantumu untuk memperbaiki akhlak dan pergaulanmu kepadaku, maka lebih dari itu, aku begitu berharap engkaulah orang yang akan mengantarkanku ke taman akhlak yang mulia bersamamu.
Suamiku, jika engkau bersungguh-sungguh mengatakan kepadaku apa yang engkau goreskan itu, maka lebih dari itu, aku pun berharap engkau lebih bersungguh-sungguh membimbing, mengayomi, dan menyertakanku dalam seluruh kebaikanmu. Aku ingat nasehat emas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meski itu lebih tepat disebut peringatan. Peringatan bagiku sebagai seorang istri, yang tentunya perlu engkau tahu, meski aku kira engkau pun telah mengetahuinya. Aku ingat saat beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan seorang wanita sebagai istri sepertiku dengan sabdanya shalallahu ‘alaihi wasallam,
Posted in Ibrah, Muslimah, Tafakur, Tazkiyatun Nufus, Wanita Shalihah | Tagged: Abu Ammar al-Ghoyami, al-Mustadrok, Allah, ash-Shohihah, bahagia, cinta, Dzat Yang Maha Kuasa, emas, farji, goresan pena, hak, HR. Ahmad, HR. Hakim, Istri, kunci, majalah al-mawaddah, nasehat, Neraka, pena, puasa, Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, ridho, Shohihul Jami', Suami, surat, surga, Syaikh al-Albani, wanita, www.shalihah.com | Leave a Comment »
Cinta Sejati Dalam Islam
Posted by Administrator on May 28, 2010
Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Suci’, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.
Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?
Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.
Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: http://www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).
Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.
Posted in Ibrah, Salafiyyun, Sirah, Tafakur | Tagged: Abdurrahman bin Abi Bakar, Aisyah, Al Mizzi, at-Tirmidzi, az-Zukhruf, cinta sejati, cinta suci, Damaskus, detik.com, dopamin, endorfin, feromon, Harut, Ibnu 'Asakir, Istri, jatuh cinta, Laila bintu al Judi, Marut, Muhammad, Muttafaqun 'alaihi, neuropinephrine, oxytocin, pengusahamuslim.com, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Researchers at National Autonomous of Mexico, syair, Syam, Tahzibul Kamal, Ustadz Muhammad Arifin Badri, valentine's day, Yahya bin Mu'az | Leave a Comment »
Qunut dalam Shalat Nabi
Posted by Administrator on January 21, 2010
Qunut dalam shalat ada tiga macam: qunut dalam shalat shubuh, qunut dalam shalat witir, dan qunut nazilah.
Pertama, qunut dalam shalat shubuh sebagaimana diungkapkan madzhab Syafi’iyyah hukumnya sunnah muakkad. Sebagaimana hadist Ahmad dari Anas bin Malik, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melaksanakan qunut di dalam shalat fajar hingga meninggal dunia.” Tapi banyak ulama yang tidak sepakat, mereka beralasan karena sifat qunut telah dihapus, sebagaimana hadist Bukhari Muslim dari Anas bin Malik, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut dalam shalat fajar selama satu bulan, mendo’akan orang-orang yang hidup dari orang-orang Arab, tapi lalu beliau meninggalkannya.” Dan pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran sehingga banyak diamalkan oleh banyak ulama.
Kedua, qunut dalam shalat witir. Sebagaimana hadist riwayat Ibnu Majah dan telah dinilai shahih oleh Syeikh Albani, dari shahabat Ubay bin Ka’ab, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir, lalu beliau qunut sebelum ruku’.” Dalam masalah ini Ibnu Taimiyah berkata, “Hukum qunut dalam witir adalah boleh dan tidak wajib. Karenanya, di antara para shahabat ada yang tidak melakukannya, di antara mereka ada yang melakukannya di pertengahan akhir Ramadhan, dan ada yang melakukannya satu tahun penuh.”
Ketiga, qunut nazilah yang dilakukan dalam shalat lima waktu. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Bukhari Muslim dari Anas bin Malik, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut dalam satu bulan penuh.” Ibnu Taimiyah berkata, “Qunut ini disunahkan ketika ada musibah yang menimpa kaum muslimin, demikian pendapat Fuqaha yang bersumber dari para Khulafa Rasyidin.” Qunut ini bisa dilaksanakan pada lima waktu shalat.
Demikianlah tuntunan tentang qunut yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diikuti para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para ulama shalih. Qunut yang ada tuntunannya hanya ada tiga saja, di luar itu tidak ada tuntunannya atau pendapat para ulama. Wallahu a’lamu bisshawab.
(Majmu Fatawa: 23/108, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah: 2/12333)
Dikutip dari majalah Ar-Risalah No.99/Vol.IX/3 Ramadhan – Syawal 1430 H / September 2009
Posted in Fiqh, Salafiyyun | Tagged: Anas bin Malik, ar-risalah, Fuqaha, hadist Ahmad, hadist Bukhari Muslim, hadist shahih, Ibnu Majah, Ibnu Taimiyah, Isya', Khulafa Rasyidin, madzhab syafi'iyyah, Maghrib, majmu fatawa, orang Arab, qunut, qunut nazilah, Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, ruku', shahabat, Shalat, Shubuh, sunnah muakkad, Syeikh Albani, tabi'in, tabi'ut tabi'in, Ubay bin Ka'ab, ulama, witir | Leave a Comment »